Rabu, 09 September 2009
Cupang Beredar di Tanah Jawa
Itulah cara Ricky -panggilan akrabnya – mengagumi hasil kerjanya, mencetak cupang jawara. Bila pagi menjelang, ayah si kembar Jordan dan Jennifer itu berkeliling dari lubuk ke lubuk, ibarat menyampaikan salam selamat pagi pada 1.000 cupang kesayangan. Selang sesaat ketika matahari sepenggalah naik, kegiatan menjemur cupang pun menjadi rutinitas.
Hasilnya, beragam piala di berbagai kontes sukses diboyong ke rumahnya. Ibarat cahaya kemenangan yang tak pernah meredup. Di penghujung April 2005, ke-16 cupang terbaiknya meraih gelar bergengsi saat kontes ACE Beta dan PPHP Cengkareng. Halfmoon, crowntail, plakat, dan doubletail andalannya sanggup mengandaskan lebih dari 300 cupang saingan.
Kejayaan Ricky Senjaya terulang saat kontes cupang Plaza Pangrango Mei 2005 berlangsung. Halfmoon warna dasar terang kesayangannya meraih juara pertama di kelas itu. Selang sebulan, Juni 2005, kontes cupang Trubus Agro Expo 2005 seakan digelar untuk mengukuhkan kesempurnaan cupang hiasnya. Maskot kebanggaan mendapat gelar juara 1 di kontes itu.
Gelar grand champion sekaligus juara umum diraih 2 bulan setelahnya saat ajang kontes cupang INBS 2005 dilangsungkan Agustus 2005. Itulah kisah sukses yang seakan tanpa akhir. Wajar, bila kini puluhan piala, plakat, dan sertifikat tersusun rapi di sudut rumahnya.
Betina terbaik
?Bangga saat menyaksikan cupang saya dinobatkan sebagai pemenang,? ujar kelahiran 17 Juli 1972. Itu yang menjadi motivasinya untuk merawat cupang menjadi jawara. Tak heran bila pekerjaan utamanya sebagai pengusaha heavy equipment dan peralatan broadcast kerap terbengkalai demi cupang.
Untuk menghasilkan ikan jawara, suami Dewi Kartika itu sangat selektif memilih indukan. Induk betina harus yang terbaik. ?Sebab hanya betina terbaik yang sanggup menghasilkan anakan bagus,? ujar bungsu dari 6 bersaudara itu. Selain itu kondisi indukan dan corak menjadi faktor penting yang menentukan kualitas anakan.
Wajar bila alumnus Akademi Komputer Bina Nusantara itu getol mendatangkan induk Betta splendens berkualitas dari Amerika Serikat, Singapura, dan Thailand. Meski begitu Ricky tetap memperhitungkan indukan lokal bermutu tinggi alias sempurna:sirip tubuh dan coraknya.
Saat kontes hampir tiba, pemilik perusahaan PT Senjaya Utama itu meluangkan waktu ekstra. Sebelum menyambangi kantor, ia menyempatkan waktu memeriksa kondisi cupang yang akan bertanding. Memastikan mental dan kesehatan ikan dalam kondisi normal. ?Itu rutin saya lakoni sendiri,? tuturnya. Wajar jika kondisi ikan sangat prima kala turun ke medan laga.
Jutaan
Meraih prestasi tertinggi bukan akhir perjalanan Ricky Senjaya dalam dunia cupang. ?Justru saat kontes banyak kesenangan yang bisa dinikmati,? ungkap pria berkulit putih itu. Kala kontes berlangsung ia bisa mengukur kualitas ternakan betta yang dihasilkan. Pantas bila berkeliling ke berbagai pelosok kota untuk sekadar ikut kontes pun jadi agenda pria yang menikah pada 1998 itu.
Kegiatan itu sama sekali tak pernah ia impikan. Awalnya rumah Ricky dipenuhi beragam jenis maskoki:oranda, ranchu, hingga lion head. Namun, perjumpaannya dengan cupang serit di seputaran jalan Kartini, Jakarta, seakan mengubah segalanya. Itu terjadi di awal 2000. ?Keindahan ekor serit saat ngedok sangat memikat,? ujarnya. Kala itulah titik tolak kecintaannya pada ikan betta dimulai.
Terbersit di benak untuk membawanya pulang dan memperbanyak ikan itu. Tak tanggung-tanggung 50 ekor pun diboyong ke rumah. Belum puas dengan itu perburuan ke negeri Paman Sam dan Singapura dilakoninya. Bukan hanya bakalan berharga ratusan ribu rupiah, cupang siap kontes dengan bandrol Rp3-juta -Rp5-juta/ekor dibeli. Ia pun mulai belajar memperbanyak cupang secara otodidak.
Namun kegagalan menghampiri hingga lebih dari 100 kali. Untungnya semangat untuk terus mencoba tak pernah surut. Pengalaman itu kini berbuah manis. Kualitas anakan hasil ternakkan Ricky tak diragukan lagi. Meski begitu, kelahiran 33 tahun silam itu enggan menjual cupang terbaiknya. ?Saya ternak untuk kepuasan sendiri sekaligus pasokan untuk kontes,? ucap penyuka halfmoon dan plakat itu.
Mania cupang
Kini kemaniakan Ricky pada cupang hias sudah tak diragukan lagi. Ikan laga hias itu seakan telah ?meracuni ? hidupnya. ?Kalau lagi asyik sampai jam 2 pagi saya masih utak-atik cupang,? ujar kelahiran Jakarta itu. Saking gandrungnya, jatah waktu bersama anak-anak sering terganggu. ?Saya urus cupang, sampai-sampai yang mengurus anak saya malah babby sitter,? kelakarnya.
Maklum koleksinya bukan 10 -20, melainkan hampir 1. 000 ekor. Meski yang menurutnya terbaik hanya 700 ekor. Wajar bila gelagat itu membuat hatinya waswas akan kehilangan kedekatan dengan putra-putrinya. Sejak itulah 2 pegawai direkrut untuk membantu merawat sang klangenan.
Tak melulu kesenangan yang ia petik dari cupang. Cerita sedih sempat dialami saat musim pencaroba 2004. Seluruh cupang dalam 1 lubuk, mati terserang virus. Enggan berlama-lama bersedih, ia kembali berburu ikan betta terbaik di negeri Gajah Putih. Dana Rp30-juta untuk membeli dan mendatangkan cupang ke lubuknya pun mesti direlakan. Selepas tragedi itu, kemenangannya di setiap kontes sepanjang 2005 menjadi bukti keseriusan menangani cupang.
Kini, namanya kian berkibar sebagai sesepuh cupang hias nusantara. Cintanya pada cupang bukan ala kadarnya. ?Bagi saya cupang seperti anak sendiri,? katanya. Sebab menurutnya cupanglah tempat curahan melepas stres setelah menyelesaikan segudang pekerjaan. (Hanni Sofia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar